Kamis, 22 Juli 2010

Akhir Sebuah Amarah

1
TOLONG !!
Suara parau itu terdengar dimana-mana. Sayang, kerasnya suara petir mengaburkan pendengaran serta derasnya hujan membuat pencarian semakin menyulitkan. Hari mulai gelap namun tak menyurutkan warga Desa Parimpangan untuk terus mencari para korban yang belum selamat.

2
“Hayoo, Ahsan mau kemana?” kata seorang wanita sambil menggendong anaknya yang mulai nampak menggemaskan itu.
“Ah ibu, tulrunkan Ahsan” rengek anak tersebut yang sudah lima tahun namun belum bisa mengucapkan kata “er” dengan jelas.  
“Tapi janji kalo ibu turunkan jangan lari-larian yach??”  pinta si ibu tadi. “
Iyah..” jawabnya singkat dengan nada manja khas anak kecil.
Tapi dasar anak kecil, lain di mulut, lain pulalah tindakannya. Baru saja si Ahsan berjanji untuk tidak berlari-larian lagi. Namun, setelah dilepas ia malah kembali berlari menjauhi ibunya.
“Mble..” ledek Ahsan yang merasa berhasil menipu ibunya sendiri.
“heh dasar anak kecil” gumam si ibu saat melihat tingkah anaknya itu.

Ahsan begitu disayangi ibunya. Bagaimana tidak, Ahsan tumbuh menjadi orang yang berbakti, sopan, dan tidak banyak menuntut. Kehidupannya yang sederhana tak membuat ia minder dan putus asa. Ia sadar bahwa ia bukanlah orang yang teramat miskin, sehingga ia tak pernah merasa minder untuk bertemu siapapun dan tak pernah merasa putus asa bila selalu di remehkan yang lainnya. Terlebih lagi ia bukanlah seorang anak yang kaya raya, sehingga ia tak pernah meremehkan siapapun. Sungguh suatu kepribadian yang amat sulit terpatri pada siapapun bila tidak dibiasakan dilatih sejak kecil.

Senja semakin menyingsing, cuaca sudah mulai tak seganas tadi siang. Sambil menunggu maghrib tiba, terlihat kesibukan Ibu Ahsan yang sedang membereskan rumahnya. Selepas menyapu teras, Ibunya beristirahat di sebuah kursi bambu yang berwarna coklat. Melihat ibunya yang sedang kelelahan, Ahsan dengan segera membuatkannya teh manis.
“Ini bu, Ahsan bawain teh manis.“ seraya meletakan cangkir tersebut di atas meja.
“Aduh baik bener anak ibu.. ngerti aja kalau ibu lagi capek..” goda si-ibu sambil membelai ubun-ubun anaknya tersebut.
“Yach, kan ibu sendiri yang ngajarin Ahsan kayak gini” balas Ahsan yang terlihat tak mau kalah memuji balik ibunya.

3
Kini Ahsan sudah beranjak remaja. Sesekali Ahsan sering melamun tentang sosok Ayahnya. Tiga belas tahun diasuh tanpa kasih sayang seorang Ayah, membuat hidupnya merasa ada yang kosong. Tak kuasa menahan rasa penasarannya, ia pun segera bertanya pada Ibunya yang sedang menjahitkan pakaian untuknya di ruang tamu.
“Ibuuu, Ahsan boleh nanya sesuatu ga ke Ibu??” seraya mendekati ibunya.
“Boleh, mau nanya apa nak?” balas Ibunya seraya menghentikan pekerjaannya dan langsung menghadapkan wajahnya pada Ahsan.  
“Ehm, bu.. ibu kangen ga sama Ayah?? Ahsan mau tau kalau Ayah Ahsan itu orangnya seperti apa bu? Kenapa sampai saat ini Ahsan ga pernah ngeliat foto Ayah satupun bu?
Ibu Ahsan kagetnya bukan kepalang menerima pertanyaan mendadak dari anaknya seperti itu, tubuhnya bagai disambar petir, sejenak lidahnya kelu, emosinya mulai tak stabil. Namun dengan sigap ia bisa meredam emosinya tersebut. Dengan penuh kelembutan dibelailah kepala anaknya yang belum tau apa-apa.
“Nak, kok nanya kayak gitu sich, ada apa?? Ibu Ahsan berusaha mengalihkan topik pembicaraannya dengan halus.
“Yach, Ahsan iri bu sama temen-temen Ahsan yang masih punya Ayah. Mereka terlihat bahagia. Ahsan cuma ingin tau ajah sosok Ayah itu seperti apa? Ibu kan belum pernah cerita ke Ahsan soal ini”.
Tak kuasa lagi mengelak. Akhirnya ibu Ahsan pun bercerita panjang lebar.
“Ayah kamu yach nak, orangnya baik hati, ibadahnya rajin, trus ganteng pula.” ujar ibu penuh tatapan kosong.
Waktu usianya masih muda banyak sekali teman perempuannya yang naksir sama bapak mu nak. Dulu kakek ayah kamu itu kan ngurus sebuah yayasan, nach ibu ketemu sama ayahmu di yayasan itu. Karena memang sering ketemu akhirnya ibu sama ayah dijodohkan oleh kakek mu. Seperti itu nak.” tambah sang ibu.
“Hah, kayak kisah Siti Nurbaya ajah pake acara dijodohin segala. Tapi kok ibu gak punya foto ayah sich?” tanyanya lanjut.
“Ayahmu memang ga suka di foto nak!! Jadi ibu ga punya satupun foto ayahmu,” jaab sang Ibu sekenanya.
“Udah.. udah ah nanyanya dilanjutkan kapan-kapan lagi. Besok kan kamu mesti sekolah, cepat tidur. Ibu juga udah mulai ngantuk nich,” pinta ibunya dengan halus.
“Yah ibuuuu, ya udah dech besok dilanjutin ya bu,” pinta Ahsan sambil pergi menuju kamar tidurnya.
Setelah Ahsan masuk ke kamarnya, barulah ibunya menitikan air mata. “Maafkan ibu nak, ibu mesti berbohong pada mu. Ini semua untuk kebaikanmu kelak,” sang ibu menagis lirlh.

Tiba-tiba, DUG… DUG.. DUG… suara pintu diketuk dengan sangat keras sekali, sontak saja mengagetkan Ahsan dan ibunya yang hampir mau merebahkan tubuhnya. Ketika di buka pintunya ada Ibu Rahma yang  di temani oleh dua petugas keamanan. Tanpa diberi kesempatan bertanya terlebih dahulu, setelah pintunya dibuka si ibu tadi langsung berkata :
“Hey… kamu wanita pengganggu.. gak tau malu suami orang di embat juga. Ngaca loe !!” bentak salah satu tetangganya.
“Aduh, ada apa ini?? Kok Ibu Rahma tiba-tiba marah-marah?? Apa salah saya bu??” tanya ibu Ahsan yang mulai cemas.
“Halaaaah, gak usah banyak cing cong.. bu dengerin yach.. saya tau masa lalu ibu dulu seperti apa, pelacuuuuuurrrr !! Dasar pelacur kampungan. Tuch,  anak loe Ahsan juga hasil lacur loe dengan lelaki belangkan?! Sekarang loe mau embat suami gue.. gak akan gue biarin.. dasar pelacur luch, sekali pelacur tetap pelacur !! Tiap hari aja loe pake jilbab tapi prilaku loe biadab.. gangguin suami orang..” hardik ibu Rahma yang sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Ibu Ahsan untuk memotong perkataannya sedikit pun.
 “Maksud ibu, Pak Khair?” tanya balik ibu Ahsan setelah ibu Rahma selesai menghinanya habis-habisan.
Belum sempat ibu Ahsan melanjutkan perkataannya, Ibu Rahma langsung menyambar seraya memukul keras pintu di depan ibu Ahsan.
“Ya iyalah suami guekan cuma satu, gak kayak loe. Gak jelas suami loe yang mana,” maki Ibu Rahma semakin menjadi. 
“Bu, justru Pak Khair sendiri yang suka menggoda saya. Saya sebenarnya mau bilang ke ibu langsung atas perbuatan suami ibu itu. Tapi saya urungkan karena saya tidak mau mengganggu hubungan ibu dengan suami ibu,” dengan menahan air matanya, ibu Ahsan berusaha membela diri.
Sedangkan Ahsan, hanya tercengang melihat ibunya diterjang habis-habisan dengan perkataan yang tak sepatutnya terlontar kepada sosok yang sangat dia cintai. Ahsan terdiam sesaat ia mendengar dengan jelas hardikan yang secara tidak langsung menyerang dirinya juga. Tak puas menghardik Ibu Ahsan, Ibu Rahma menyerang Ahsan yang hanya terpaku karena tak tau apa-apa.
“heh, Ahsan… loe liat prilaku ibu loe, yang sok alim.. ternyata bejaaaaaaaat.. loe tau ga, loe itu anak haram, anak yang terlahir tanpa ayah… dan ibu loe tuch gangguin suami gue.. buat jadi bapak loe” dengan mata melotot dan suara yang semakin meninggi.
Astagfirullah.. tidak ada niat sedikitpun dari saya untuk melakukan perbuatan itu bu.. tidak ada.. ibu Rahma jangan asal menuduh,” bela Ibu Ahsan terhadap anaknya.
“Benarkah itu bu..” Ahsan meminta penjelasan yang dapat memuaskan kebingungannya.
”Gak nak. Itu ga benar,” ungkap ibu Ahsan sambil mendekat pada anaknya.
”Sampai kapan loe mau nyembunyiin kebenaran dari anak loe itu, heuh...” pekik Ibu Rahma tanpa peredam.
Suasana pun semakin mencekam.. Ibu Rahma terdiam untuk mengambil nafas sejenak.. sedangkan Ibu Ahsan hanya bisa menangis tanpa bisa menjawab pertanyaan anaknya..

Ahsan harus menerima kenyataan bahwa ia Anak tanpa ayah. Ibunya tak sempat menceritakan peristiwa yang sebenarnya. Ia lebih mempercayai hasutan tetangganya daripada ibunya sendiri. Ia sangat tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Lalu ia pun pergi meninggalkan ibunya yang selama ini mendidiknya dengan peluh dan keringat. Ahsan pergi entah kemana...
Si ibu menangis pilu, aib yang sudah lama ia kubur dalam-dalam akhirnya terbongkar pula. Sungguh sebuah cobaan yang berat. anak semata wayangnya pergi dengan kebencian yang mendalam. Sedangkan Ibu Rahma melenggang lenggong pergi meninggalkan Ibu Ahsan sendirian. Tak jelas maksud kedua petugas keamanan tadi untuk apa, yang jelas hasutan yang ia tembakan secara membabi buta kepada keluarga Ahsan tunai sudah.

5
Seminggu pun berlalu, sejak kejadian pelabrakan yang dilakukan oleh Ibu Rahma. Ibu Ahsan berusaha mencari keberadaan anaknya. Ia mencoba mencari di rumah teman-temannya yang sering mengajaknya bermain. Namun sayang Ahsan tidak ada disana.

6
Hingga suatu hari saat hujan turun dengan derasnya musibah longsor terjadi di Desa Parimpangan. Seluruh rumah yang ada di bukit paling atas amblas. termasuk rumah dia dan ibunya. Mendengar kejadian tersebut Hasan langsung teringat pada ibunya.
Segera ia pun berlari… mencoba menemukannya...

TOLONG !!
To…… long !! Suaranya semakin lemah saja.
“Ibuuuu” teriak salah seorang pemuda. Bajunya sudah basah dan bercampur lumpur, air matanya mengalir sederas hujan yang sedang mengguyur desa tersebut sejak tadi sore. Hilir mudik warga sekitar saling membantu menyelamatkan korban yang masih tertimbun longsor. Bantuan dari desa seberang belum datang sepenuhnya, mengingat jalan utama pun masih sulit ditempuh dengan kendaraan.
“Ahsan, kamu jangan turun terlalu jauh !! Masih terlalu bahaya” teriak seorang bapak paruh baya yang melihat pergerakan Ahsan yang dinilai membahayakan.   
Namun Ahsan tak memperdulikannya, ia masih terus mencari dan menyingkirkan beberapa batu yang menghalangi jalannya. Longsor membuat rumah-rumah sudah tidak pada tempatnya lagi. Ahsan harus terus mencari bila ingin menemukan ibunya, ia semakin merangsak turun menembus tanah-tanah licin. Saking licinnya seringkali ia Jatuh tersungkur, namun Ahsan tetap berjuang. Setiap kali ia menemukan orang yang tertimbun, ia dihadapkan pada dua kenyataan, apakah itu ibunya?! Kalau bukan berarti ia harus mencari lagi. Ia berharap dapat bertemu dengan ibunya dalam keadaan selamat dan masih sempat untuk mengucapkan kata maaf. 
Ya Allah, tolonglah hambamu ini, temukanlah hamba dengan ibuku, Ya Allah !! Sungguh hanya pada-Mu ku memohon pertolongan… Do’anya sepanjang pencarian tak henti-hentinya ia panjatkan pada Sang Penguasa Alam.
Saat ditemukan sang Ibu sudah tiada. Hatinya remuk, teringat saat-saat terakhir Ahsan pergi meninggalkan Ibunya. Saat ibunya mau di makamkan, Ahsan mendapatkan sepucuk surat yang sudah lusuh dari ibu-ibu yang bertugas memandikan jenazah ibu Ahsan. Tulisan tersebut bertuliskan tentang kejadian yang sebenarnya. Meledaklah tangis Ahsan setelah membaca tulisan dari ibunya tersebut.

7
Untuk Ahsan
Anakku tersayang..
      Assalamua'alaikum Nak !!
      Wahai anakku, sungguh sebuah cobaan yang teramat menyakitkan saat engkau pergi meninggalkan ibu sendiri dengan amarah mu yang bergejolak. Ibu tau sayang, engkau pasti tidak terima atas apa yang telah terjadi. Apalagi dengan ibu nak… bertahun-tahun hingga kini ibu masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ibu sendiri adalah korban dari kebiadaban lelaki jalang. 
      Wahai anakku, sungguh dari kecil ibu sudah dididik untuk menjaga kesucian seorang perempuan. Sungguh betapa sakitnya saat kesucian itu direnggut dengan paksa. Bila saat itu ibu tidak bersandar pada Keagungan dan Kekuasaan-Nya. Mungkin sampai detik ini pun engkau tak kan pernah terlahir. Karena, ibu selalu diliputi perasaan untuk mengakhiri hidup ibu sendiri.
      Wahai anakku, maafkanlah ibu nak !! karena merahasiakan hal yang amat penting darimu.. tapi itu semata karena ibu tak ingin kehilanganmu. Engkaulah permata yang tersisa dari hidup ibu, cahaya penyemangat dalam setiap ruang kegelisahan ibu nak!!
      Wahai anakku, kembalilah !! Pulanglah nak !! Temanilah ibu mu yang terlanjur hina ini untuk menjalani hidup yang sudah semakin menyesakan. Bantulah ibu untuk menguatkan diri agar tidak semakin terjerumus pada lubang kenistaan.
-IBU mu-
sekian

0 komentar: