Langit yang
cerah, kedua kaki ini melangkai santai membelah jalan Rancabolang-Margahayu. Agak
lelah nampaknya, setelah berjalan selama lima belas menit, namun belum jua
terlihat batang gedungnya. Apalagi hanya seorang diri. Tanpa kawan berbincang,
rasanya perjalanan yang hanya belasan meter, terasa jauhnya.
Jarum jam mulai
merangkak ke angka sepuluh, lima menit kemudian setelah melewati satu tikungan
lagi, akhirnya tiba juga di tempat tujuan. Terletak di depan Gedung Olah Raga
(GOR) Sky, berderet terapit dengan gedung lainnya. Di gedung ke dua dari kiri,
tertulis banner dengan nama “Prana
Persada Studio”.
Ya, hari ini (Minggu,
16/12/12) untuk yang ketiga kalinya saya menyempatkan silaturahim ke kantor
itu. Menghadiri kegiatan pelatihan di sana. Seseorang menyambutku ramah selepas
saya mengucapkan salam, “wa’alaikum salam, eh kang pipin, sehat kang? Kamana
wae atu akang teh? tanyanya sambil menggoyangkan pelan tangan kanan saya.
“sehat,, aya wae,” jawabku singkat sambil tersenyum. Pelatihannya di atas mas?”
tanyaku sambil meniti tangga. “Iya silahkan,” jawabnya sambil mengantarkanku ke
ruangan yang dimaksud.
Sejurus
kemudian, setelah bersalaman dengan beberapa kenalan lama di lantai dua, saya
memasuki kelas pelatihan itu. Walaupun sudah terlambat, tapi saya coba untuk
beradaptasi dengan materinya. Rupanya, sang pemateri tengah sibuk memaparkan
tugas tiap kelompok. Di kelas tersebut, ada sekitar dua puluh-an orang,
sehingga dibagi ke dalam empat kelompok. Masih memasang wajah yang tenang, saya
coba simak pemaparan dari pemateri yang belakangan saya ketahui dipanggil Pak
Bob .
“Jadi, kelompok
satu tugasnya menawarkan kripik dengan harga Rp15 ribu. Kelompok kedua,
mengajak orang untuk menari gangnam
style, terus yang kebagian kelompok tiga, itu tugasnya membeli barang
dagangan yang sudah ditawar, sebanyak mungkin, tapi gak jadi,” paparnya sambil
sesekali mengondisikan peserta yang sangat riuh. Bagaimana tidak riuh, tugas
tiap kelompoknya itu awesome sangat.
Karena agak lupa, Pak Bob pun keluar, sekadar bertanya ke panitia pelatihan
akan tugas kelompok keempat. Tak beberapa lama, ia masuk dan sedikit berteriak,
”tugas kelompok empat, MENCURI BARANG DAGANGAN DAN BERLARI SECEPAT MUNGKIN !”
sontak saja suasana lebih menggaduh dari sebelumnya, tawa, cekikikan hingga
teriak tak percaya spontan terekspresikan. Sedang saya, hanya melongo sambil
berucap datar, hah ciyus? Detik itu juga, saya berharap tak
mau menjadi bagian dari kelompok empat.
Semuanya sudah
memiliki kelompoknya masing-masing, kecuali saya karena baru datang. Tak
dinyana, setelah melihat saya yang masih termangu, Pak Bob pun mengatakan
sesuatu yang takkan pernah bisa saya lupakan, “Kamu baru datangkan? Kamu masuk
kelompok empat ajah, soalnya tampang kamu kayak maling. Setelah berucap itu, dia
pun berlalu begitu saja. Saya hanya tersenyum kecut dan bergumam, maksud loh?”
Tanpa menggugat,
saya pun pasrah masuk ke dalam kelompok empat. Saya kira ini cukup menarik. Namun
yang membingungkan, apakah ini adalah sebuah tantangan yang menuntut kita untuk
berfikir out of the box, atau memang
kita harus melakukan seperti yang ditugaskan? Setelah peserta dirasa paham akan
tugas kelompoknya, kita semua berbondong-bondong keluar, menuju target marketnya,
Pasar Kaget Margayahu.
Di perjalanan
menuju TeKaPe, kami isi dengan canda tawa, berkenalan satu sama lain. Semua
melebur, tak terlihat rasa canggung ketika bersenda gurau, walaupun beda usia. Sesekali kita membahas tugas masing-masing
kelompok. Bagi yang termasuk kelompok dua, mereka mencoba latihan tarian gangnam style, tak jauh berbeda dengan
kelompok satu dan tiga, mereka tampak berbagi strategi. Sedangkan saya dan
keempat rekan lainnya yang termasuk kelompok naas, hanya bisa menenangkan diri dan berdo’a “Ya Allah tolong Baim
Ya Alloh,” T_T
Matahari mulai
menancapkan kuku panasnya. Debu-debu jalanan berterbangan tertiup angin, deru
mesin, dan tergesek langkah kaki. So
polluted, Setelah mengondisikan tempat, kami berlindung di halaman salah
satu toko yang cukup teduh. Akhirnya satu persatu dari kami mulai beraksi. Sambil
menggenggam bungkusan kripik, kelompok satu mulai memecah dan menyebar. Begitu
juga dengan kelompok dua yang mencari mangsanya sendiri. Tinggallah kelompok tiga
dan empat. Sebelumnya, Pak Bob kembali memberikan arahan dan penambahan tugas
untuk kelompok tiga. Di antara mereka ada yang bertugas memarahi pembeli, ada
juga yang memarahi penjual. Tugas yang benar-benar menguji komunikasi dan
mental. Namun karena terbatasnya pembimbing, akhirnya kelompok tiga akan beraksi
setelah kelompok saya selesai.
Oke, kembali ke
kelompok empat yang terlihat begitu tegang. Kami berjumlah lima orang, dua di
antaranya perempuan. Kami pun gambreng untuk menentukan siapa yang pertama
beraksi. Alhamdulillah, diputaran itu
saya cukup beruntung. Kesempatan pertama jatuh pada kawan saya yang perempuan (saya lupa namanya n_n”). itu artinya. ada waktu bagi saya
untuk menyaksikan dan mengatur strategi terlebih dahulu. Pasrah dengan keadaan,
akhirnya kawanku itu mulai beraksi. Ia pun diikuti oleh Pak Bob dan Kang Lukman
(dokumentasi). Tiga menit berlalu, kawan saya muncul sambil berlari dengan
sebuah tas yang terbuat dari kain digenggamannya. OMG, dia benar-benar
mengambil barangnya, gokil.
Dari kejauhan,
suasana di sana tiba-tiba tegang. Sekonyong-konyong orang-orang mulai berlari
kecil melihat apa yang terjadi. Tapi kemudian, Pak Bob beserta Kang Lukman berhasil
meredakan situasi itu. Akhirnya, kawan saya itu kembali ke tempat dagang tadi
sambil mengembalikan barang yang “dipinjam” sebentarnya itu, seraya meminta
maaf. Setelah ketegangan usai, misi pun dilanjutkan ke orang kedua.
Kami pun
gambreng kembali, “gambreng!” rampak suara kami terdengar serempak. Setelah
dilakukan tiga kali, akhirnya tibalah giliran saya untuk menjadi bulan-bulanan
masa. Eng, ing eng.. saya mencoba menenangkan diri every thing is gonna be okey gumamku dalam hati. Dengan santai saya
berjalan mencari mangsa. Saya bingung barang apa yang harus saya “pinjam”,
handukkah? tas? Atau apa? Entahlah sangat bingung, yang saya pikirkan saat itu
adalah mengambil barang yang mudah dibawa dalam kondisi jalan raya yang cukup
lengang untuk melarikan diri.
Tak lama
kemudian, beberapa meter dari pandangan saya, terlihat seorang pedagang baju
yang nampak asyik merapikan dagangannya. Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung
nyebrang dan menyabet sebuah baju anak kecil berwarna biru yang masih
tergantung. Tanpa menoleh lagi ke belakang saya langsung berlari sekencang mungkin.
Setelah melewati kang Lukman, akhirnya saya pun berhenti, tandanya misi berhasil
dijalankan. Tak ingin dicatat malaikat kiri, saya pun langsung kembali dan
mengembalikan baju yang sempat “dipinjam” itu ke pedagang tadi. Tampak Pak Bob yang
sedari tadi mengawasi, tengah berbincang-bincang dengan pedagang itu Saya pun
meminta maaf atas tindakan tadi. Saya lega, tak ada raut kemarahan dari
pedagang itu. Degup jantung pun mulai berdetak normal. Begitulah seterusnya
hingga berakhirlah sesi itu. Fuih, benar-benar nguji mental.
Selepas dzuhur,
kami kembali ke kantor Prana Persada. Kami pun menceritakan pengalaman saat
menyelesaikan tantangan tersebut. Ada yang lucu, ada yang kasihan, ada juga
yang gokil dan tak habis pikir. Kok bisa yah, orang membeli keripik biasa
dengan harga dua kali lipat? Atau ada yang berhasil membeli Pocari Sweat dengan
harga dua ribu di Yomart. Benar-benar bikin geleng-geleng kepala. Tapi rata-rata,
semua tantangan terselesaikan dengan cukup baik.
Sungguh sebuah
pengalaman yang luar biasa. I mean,
pengalaman yang memang di luar kebiasaan dan aktifitas saya. Tak pernah
terbesit untuk melakukan hal tersebut, idih,
naudzubillah deh. Tapi akhirnya bisa
juga, walaupun saya yakin, keberhasilan saya itu tidak ada sangkut pautnya
dengan wajah saya yang yang kata Pak Bob mirip maling. >_< “
Kendati demikian,
walaupun pengalaman ini sudah di-setting
sedemikian rupa, tetap saja banyak sekali hikmah yang bisa dipetik dari
pengalaman yang takkan terlupakan ini. Misalnya, sebuah tantangan, takkan bisa
terselesaikan bila kita kalah dengan rasa takut yang belum terbukti. Untuk meminimalisir
hal yang ditakutkan itu, tentunya kita harus membuat diri kita tenang dan se-positive thinking mungkin. Tinggal, seberapa
kuat daya dobrak kita menghadapi ketakutan tersebut, menjadi cerminan seberapa
besar hasil yang akan kita dapatkan. Sederhananya, apa yang kita tabur, itu
yang akan kita tuai. []