Senin, 05 November 2012

Melepas Kerikil



Alkisah di sebuah pedalaman, hidup seorang pemuda yang pemurung. Seluruh hidupnya selalu dihiasi dengan penyesalan. Kenapa saya melakukan itu tadi? Kenapa harus begini jadinya? Mengapa hal ini harus terjadi pada saya? Begitulah kurang lebih pernyataan yang selalu terlontar dalam benak pemuda tersebut. Entah sudah berapa hari ia habiskan waktunya dengan penuh kemurungan seperti itu.
Suatu saat, ketika ia duduk melamun di depan rumahnya. Muncullah seorang nenek dengan memanggul sebuah karung yang besar. Herannya nenek itu tak terlihat letih ataupun pucat. Mukanya tampak berseri-seri dan penuh senyum. Lalu nenek tersebut menghampiri pemuda itu seraya bertanya, "Nak... kalau nenek lewat jalan ini tembusnya kemana yah?" walaupun merasa heran, pemuda itu pun tetap menjawab, "Oh nenek mau kemana? Kalau lewat jalan ini nenek akan ke desa seberang. Euh, nek apa yang nenek bawa itu?" sang pemuda penasaran dengan karung besar yang wanita tua itu bawa.
"Oh, terima kasih nak.  Nenek mau ke suatu tempat yang bisa menaruh apa yang nenek bawa ini," jawab nenek itu penuh keramahan.
"Memang apa yang nenek bawa itu?" tanya pemuda itu yang masih penasaran.
"Nenek membawa kerikil yang nenek pungut di sepanjang perjalanan," jawab nenek itu sambil tersenyum.
"Maksud nenek, karung yang dipanggul itu berisi kerikil? Kan itu berat Nek? Kenapa nenek tidak merasa lelah membawa kerikil sebanyak itu?" lanjut pemuda itu semakin penasaran.
"Karena nenek merasa yang dibawa ini bukanlah sebuah kerikil yang memberatkan. Kerikil ini adalah bagian dari perjalanan nenek menuju tempat dimana kerikil ini harus ditaruh, dan nenek bahagia membawanya," papar nenek itu tenang.
Sontak saja perkataan sang nenek, membuat pemuda itu terdiam sejenak. Pikirannya dilanda beragam perasaan. Bingung, aneh, juga takjub atas kesabaran wanita tua tersebut. Lalu pemuda itu bertanya kembali, "Ehm, kalau boleh saya tahu, kemanakah nenek akan menaruh sekarung kerikil itu?”
Dengan senyum yang berseri, nenek itu menjawab "Kenangan nak." Lalu nenek itu berjalan lagi dan menghilang di rerimbunan hutan meninggalkan sang pemuda untuk kembali berpikir atas kehidupannya. []
~~~
Syahdan, tak selamanya jalan kehidupan ini datar. Seringkali ada kerikil-kerikil tajam yang akan membuat langkah kita semakin terasa berat. Tak menutup kemungkinan, kerikil itu juga bisa membuat yang menginjaknya terjatuh.
Lantas, apakah dengan kerikil itu kita akan berlari mundur? Atau, kerikil itu akan menghentikan langkah kehidupan kita?
Maka siapkanlah sekantung semangat, untuk membawa kerikil itu dalam setangkup optimisme. Lepaskanlah kerikil itu dalam kenangan. Sebesar apapun kerikilnya, jangan pernah sesali atas apa yang telah dilewati. Karena manusia tak akan mengetahui kemanakah hilir kehidupannya berlabuh. Seperti kata petuah bijak, masa lalu tak akan pernah terulang. Memperbaiki diri, adalah upaya logis menjadikan hidup ini lebih berarti. Jadi, sudahkah kita melepaskan kerikil yang kita panggul sendiri? [pnurullah]

5 komentar:

Damae mengatakan...

like dis, brada..

suka quotes terakhirnya, :)

Indark mengatakan...

nice thread pin :D
memang kerikil2 tu harusnya dikumpulin biar bisa diolah lebih baik, apakah jadi jalan ataukah jadi rumah,, heu..

Serunai Mentari mengatakan...

Bravo, tulisannya ngena dihati... :-).

mang abu mengatakan...

top markotop...jadi penasaran baca tulisan yang lainnya....

andai saja bisa bergabung dengan para pemngolah kata ....pastinya senang bgt....

salam kenal
mang abu
www.jejakabu.blogspot.com

Unknown mengatakan...

All : terimakasih telah berkunjung..