Langit Malam
Ada yang cantik di malam ini
walau parasnya pekat tanpa bintang
meski pradiptanya terhalang tirai hitam
ia tetap indah dipandang
berhambur seperti padang
tak berujung karena saling meyimpul
dalam rentang yang terus berkembang
ia tetap dingin dalam pelukan
-Bandung, 03 Oktober 2012-
Walau Jemari, Harus Menjadi Merah
Kawan, taukah engkau makna pengabdian itu?
ketika hati pasrah pada satu ketaatan
itulah pengabdian
Lalu, apa itu pengorbanan?
Ketika ego diredam, demi satu pencapaian
Itulah pengorbanan
Lantas kemanakah hilir cinta ini merajuk?
Tak ada yang lebih pantas dari Tuhanmu
Bila demikian, genggamlah pilihan pada satu tali
Walau jemari, harus menjadi merah karena-Nya. []
Bandung, 24 September 2012
ketika hati pasrah pada satu ketaatan
itulah pengabdian
Lalu, apa itu pengorbanan?
Ketika ego diredam, demi satu pencapaian
Itulah pengorbanan
Lantas kemanakah hilir cinta ini merajuk?
Tak ada yang lebih pantas dari Tuhanmu
Bila demikian, genggamlah pilihan pada satu tali
Walau jemari, harus menjadi merah karena-Nya. []
Bandung, 24 September 2012
Perasaan Dziyyah
Ketika perbedaan menyekat rasa
Maka kemanakah sauh cinta harus berlabuh?
Haruskah ia karam oleh terjangan ombak kehidupan?
Atau sejenak menepi, untuk sekadar menyeka perih
Demi kalut yang menggelayut asa
Sudikah cinta menginang pada pohon yang sudah mati?
Meretas kembali kasih yang retak
Menyulam benang-benang rindu menjadi pakaian cinta
Yang akan selalu hangat disetiap musim
Bila senyum adalah kekuatan terakhir
Maka cintailah Dziyyah segenap jiwa
Peluklah jasadnya yang masih harum seranum buah delima
Usaplah ubun-ubunnya yang masih segenggam tangan
Kecuplah dahinya yang masih kesat sekesat karet jati
Tataplah kedua matanya yang jinak sejinak merpati subuh
Sebelum ia menyadari
Bahwa ia telah mati... mati dalam ruang perasaan yang egois []
Bandung, 12 Agustus 2012
Figuritas oh Figuritas
Ketika figuritas kadung menjadi Tuhan
Maka kebenaran tinggal angan
Kesalahan tak jadi persoalan
Asal tak menyinggung kepentingan
Ketika figuritas menjadi panutan
Maka siapa yang berani melawan
Hanya diam dalam ketakutan
Bagai pahlawan dalam dagelan
Jatinangor, 7 agustus 2012
Maka kebenaran tinggal angan
Kesalahan tak jadi persoalan
Asal tak menyinggung kepentingan
Ketika figuritas menjadi panutan
Maka siapa yang berani melawan
Hanya diam dalam ketakutan
Bagai pahlawan dalam dagelan
Jatinangor, 7 agustus 2012
Merindu Kematian
Tiap Kali Terlelap, Harapanku Selalu Satu
Inilah Istirahat Terakhir
Namun, Dia Masih Saja Terpaku Membeku
Mendesakku Untuk Terbangun dalam Skenario Takdir
Tiap Kali Bersujud, Do’aku Hanya Satu
Inilah Sujud Terakhir
Namun, Dia Masih Enggan Bertemu
Sujudku Masih Belum Berakhir
Mengapa Dia Masih Campakkanku?
Hiraukan do’a-do’a dalam sujudku
Hiraukan do’a-do’a dalam sujudku
Tidak Tahukah, Makhluk Hina Ini Ingin Bersua
Bercerita Tentang Keusangan Dunia
Bercerita Tentang Keusangan Dunia
Oh Kematian, Kapan Kau Menjemputku
Meninggalkan Dunia Yang Terlanjur Nista
Membawaku Hidup Dalam Fase Baru
Meninggalkan Dunia Yang Terlanjur Nista
Membawaku Hidup Dalam Fase Baru
Mengantar menuju Dia dan Arsy-Nya
Aku Menantimu, Wahai Izrail …
(ditulis dalam event Prosa Kompasiana bersama Bintu Najmi)
(ditulis dalam event Prosa Kompasiana bersama Bintu Najmi)
Bintang Jatuh
Malam ini,
kulihat Bintang Jatuh redup
Bukan,
Bukan karena ia tak lagi bercahaya
Hanya
tertutupi kabut sendu
Galaksi
tempat ia bersandar, pindah semesta
Walau
segurat senyum selalu mengulum
tapi raut
sendu, tergurat di kedua sudut matanya
tak bisa
disembunyikan
Doa sudah
dikirim
Pesan
sudah disampaikan
hanya bisa
berharap
Bintang
Jatuh itu, tak benar-benar terjatuh
tetap
mengorbit, mengintari luasnya langit
sebab,
bila ia terjatuh saat ini
tak kan
ada lagi mata yang terpejam untuknya
Ciwaruga,
25 Mei 2013
1 komentar:
wah..wah.. baru tahu ada ruang puitis di sini..
sisi terhalus dari seorang penyanjung sastra.. bukan penyanjungan yang melebihi Arasy Nya namun sebagai jala menyemai RidhoNya.
*suka dengan puisi-puisinya ^_^
Posting Komentar