Kamis, 27 Desember 2012

Telapak Tangan Yang Dicintai-Nya



Alkisah Spongebob bersama Patrick tengah melewati sekolompok fakir miskin. Bermodalkan sehelai rantang yang tergeletak begitu saja, orang-orang miskin tersebut tengah duduk lesu sambil menundukan kepala.

Spongebob heran, “siapa mereka ini?”

Kemudian Patrick menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berserah diri.”

“Hah, orang yang berserah diri?” Nampak raut wajah Spongebob tak setuju atas jawaban yang didengarnya itu. “Mereka ntu, tak lebih dari seorang pengemis yang memakan harta manusia,” lanjut makhluk kotak berwarna kuning itu.

“Trus saya harus joget heavy rotation sambil ngomong pucuk-pucuk gitu?” canda Patrick.

“Hasyah -__-", urang serius yeuh,” balas Spongebob sambil ngejitak tarang sahabatnya itu. Maukah kamu saya beritahu, siapa yang termasuk orang-orang yang berserah diri itu?” lanjut Spongebob dengan ekspresi bak aa Gym lagi ceramah.  

“Hehe, sorry mas bro.. bercanda. Sok atuh jadi yang seperti apa?” tanya Patrick yang mulai penasaran.   

“Enelan nih mau tau? ciyus? mi apah?” ledek Spongebob

“Teuh nyak, ai pas giliran saya serius ente nu bercanda,” balas Patrick yang terlihat kesal.

“Hohohoo matakan ai saya keur ngomong teh tong sok lalebay. Yeuh dangukeun, jadi orang yang berserah diri itu adalah mereka yang “melemparkan” biji di atas tanah, kemudian ia betawakal kepada Allah.” []

Bekerja. Itulah maksud dari tamsil melemparkan biji. Pembaca yang dimuliakan Allah, bekerja adalah fitrah manusia. Islam pun sangat menghargai umatnya yang bekerja. Bekerja tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan lahiriyah atau mengejar materi saja. Namun agar bernilai, bekerja juga harus diniatkan sebagai perwujudan ibadah kepada Allah.

Beberapa contoh bagaimana Islam menginginkan umatnya untuk bekerja termaktub dalam qur’an surat at-Taubah [9]: 105, “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu....” atau dalam surat al-Jumu’ah ayat 9 : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Lihatkan? Betapa banyak hikmah yang didapat dengan kita bekerja. Tentu saja, akan lebih berkah bila semua ditempuh dengan cara yang disenangi Allah. Dilakukan dengan niat dan cara yang baik. Untuk yang satu ini, Rasulullah pernah mengingatkan para sahabatnya, “Barangsiapa yang mencari rezeki yang halal untuk menjadi diri, maka ia akan bertemu Allah dengan wajah yang bercahaya seperti rembulan purnama. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk kebanggaan (prestise) dan menumpuk harta, maka ia akan bertemu dengan Allah, sedangkan Dia marah kepadanya.

Terakhir saya ingin menutup tulisan ini dengan satu cuplikan kisah yang luar biasa. Pada suatu ketika, baginda Rasulullah bersalaman dengan Sa’ad bin Mu’adz ra. Ternyata kedua telapak tangannya kasar, lalu Rasulullah menanyakan hal itu. “Apa yang terjadi dengan tanganmu wahai Sa’ad?” tanya Nabi. “Saya bekerja menyekap tanah untuk memberi nafkah keluargaku, jawab Sa’ad” kemudian Rasulullah mencium tangannya dan mengatakan “inilah dua telapak tangan yang dicintai Allah,” []

Jumat, 21 Desember 2012

Semua Harus Tepat Pada Wadahnya



Di sebuah kelas, seorang guru tengah berdialog santai dengan muridnya. Tiba-tiba ia melontarkan sebuah pertanyaan. “Apa makanan yang paling enak di dunia ini?” tanyanya membuka percakapan dengan murid-muridnya.
 
Para murid pun menyebutkan satu persatu makanan yang menurut mereka enak. Ada yang menyebutkan mie ayam, sate, batagor, dan sebagainya.

Oke, sekarang bayangkan kalau makanan yang tadi kalian sebutkan itu, disajikan tidak menggunakan piring, tapi menggunakan sepiteng.

Semua murid serempak mengatak uek jijik..

Sang guru nampak masih belum puas. Ia pun bertanya kembali, “Tapi ini mah sepitengnya baru.. apa kalian masih mau makan?”

Gak mau,” jawab murid-murid serempak.

Guru itu pun tersenyum seraya berkata, "Begitulah analogi peribadahan manusia, sebagus apapun ibadah yang kalian lakukan, kalau memang tidak diwadahi dengan wadah yang tepat, sama seperti kalian menyajikan makanan di sepiteng. Lalu amal ibadah yang seperti itulah yang kalian tawarkan pada Allah. Kira-kira, Allah akan menerima amal ibadah seperti itu atau tidak?” 

Semua murid pun terdiam (merenung). []

 Dari ilustrasi kisah tersebut, dapatkah Anda menyebutkan, wadah yang dimaksud?

Senin, 17 Desember 2012

Mendadak Swiper

Langit yang cerah, kedua kaki ini melangkai santai membelah jalan Rancabolang-Margahayu. Agak lelah nampaknya, setelah berjalan selama lima belas menit, namun belum jua terlihat batang gedungnya. Apalagi hanya seorang diri. Tanpa kawan berbincang, rasanya perjalanan yang hanya belasan meter, terasa jauhnya.

Jarum jam mulai merangkak ke angka sepuluh, lima menit kemudian setelah melewati satu tikungan lagi, akhirnya tiba juga di tempat tujuan. Terletak di depan Gedung Olah Raga (GOR) Sky, berderet terapit dengan gedung lainnya. Di gedung ke dua dari kiri, tertulis banner dengan nama “Prana Persada Studio”.

Ya, hari ini (Minggu, 16/12/12) untuk yang ketiga kalinya saya menyempatkan silaturahim ke kantor itu. Menghadiri kegiatan pelatihan di sana. Seseorang menyambutku ramah selepas saya mengucapkan salam, “wa’alaikum salam, eh kang pipin, sehat kang? Kamana wae atu akang teh? tanyanya sambil menggoyangkan pelan tangan kanan saya. “sehat,, aya wae,” jawabku singkat sambil tersenyum. Pelatihannya di atas mas?” tanyaku sambil meniti tangga. “Iya silahkan,” jawabnya sambil mengantarkanku ke ruangan yang dimaksud.

Sejurus kemudian, setelah bersalaman dengan beberapa kenalan lama di lantai dua, saya memasuki kelas pelatihan itu. Walaupun sudah terlambat, tapi saya coba untuk beradaptasi dengan materinya. Rupanya, sang pemateri tengah sibuk memaparkan tugas tiap kelompok. Di kelas tersebut, ada sekitar dua puluh-an orang, sehingga dibagi ke dalam empat kelompok. Masih memasang wajah yang tenang, saya coba simak pemaparan dari pemateri yang belakangan saya ketahui dipanggil Pak Bob .

“Jadi, kelompok satu tugasnya menawarkan kripik dengan harga Rp15 ribu. Kelompok kedua, mengajak orang untuk menari gangnam style, terus yang kebagian kelompok tiga, itu tugasnya membeli barang dagangan yang sudah ditawar, sebanyak mungkin, tapi gak jadi,” paparnya sambil sesekali mengondisikan peserta yang sangat riuh. Bagaimana tidak riuh, tugas tiap kelompoknya itu awesome sangat. Karena agak lupa, Pak Bob pun keluar, sekadar bertanya ke panitia pelatihan akan tugas kelompok keempat. Tak beberapa lama, ia masuk dan sedikit berteriak, ”tugas kelompok empat, MENCURI BARANG DAGANGAN DAN BERLARI SECEPAT MUNGKIN !” sontak saja suasana lebih menggaduh dari sebelumnya, tawa, cekikikan hingga teriak tak percaya spontan terekspresikan. Sedang saya, hanya melongo sambil berucap datar, hah ciyus? Detik itu juga, saya berharap tak mau menjadi bagian dari kelompok empat.

Semuanya sudah memiliki kelompoknya masing-masing, kecuali saya karena baru datang. Tak dinyana, setelah melihat saya yang masih termangu, Pak Bob pun mengatakan sesuatu yang takkan pernah bisa saya lupakan, “Kamu baru datangkan? Kamu masuk kelompok empat ajah, soalnya tampang kamu kayak maling. Setelah berucap itu, dia pun berlalu begitu saja. Saya hanya tersenyum kecut dan bergumam, maksud loh?”

Tanpa menggugat, saya pun pasrah masuk ke dalam kelompok empat. Saya kira ini cukup menarik. Namun yang membingungkan, apakah ini adalah sebuah tantangan yang menuntut kita untuk berfikir out of the box, atau memang kita harus melakukan seperti yang ditugaskan? Setelah peserta dirasa paham akan tugas kelompoknya, kita semua berbondong-bondong keluar, menuju target marketnya, Pasar Kaget Margayahu.

Di perjalanan menuju TeKaPe, kami isi dengan canda tawa, berkenalan satu sama lain. Semua melebur, tak terlihat rasa canggung ketika bersenda gurau, walaupun beda usia.  Sesekali kita membahas tugas masing-masing kelompok. Bagi yang termasuk kelompok dua, mereka mencoba latihan tarian gangnam style, tak jauh berbeda dengan kelompok satu dan tiga, mereka tampak berbagi strategi. Sedangkan saya dan keempat rekan lainnya yang termasuk kelompok naas, hanya bisa menenangkan diri dan berdo’a “Ya Allah tolong Baim Ya Alloh,” T_T

Matahari mulai menancapkan kuku panasnya. Debu-debu jalanan berterbangan tertiup angin, deru mesin, dan tergesek langkah kaki. So polluted, Setelah mengondisikan tempat, kami berlindung di halaman salah satu toko yang cukup teduh. Akhirnya satu persatu dari kami mulai beraksi. Sambil menggenggam bungkusan kripik, kelompok satu mulai memecah dan menyebar. Begitu juga dengan kelompok dua yang mencari mangsanya sendiri. Tinggallah kelompok tiga dan empat. Sebelumnya, Pak Bob kembali memberikan arahan dan penambahan tugas untuk kelompok tiga. Di antara mereka ada yang bertugas memarahi pembeli, ada juga yang memarahi penjual. Tugas yang benar-benar menguji komunikasi dan mental. Namun karena terbatasnya pembimbing, akhirnya kelompok tiga akan beraksi setelah kelompok saya selesai.

Oke, kembali ke kelompok empat yang terlihat begitu tegang. Kami berjumlah lima orang, dua di antaranya perempuan. Kami pun gambreng untuk menentukan siapa yang pertama beraksi. Alhamdulillah, diputaran itu saya cukup beruntung. Kesempatan pertama jatuh pada kawan saya yang perempuan (saya lupa namanya n_n). itu artinya. ada waktu bagi saya untuk menyaksikan dan mengatur strategi terlebih dahulu. Pasrah dengan keadaan, akhirnya kawanku itu mulai beraksi. Ia pun diikuti oleh Pak Bob dan Kang Lukman (dokumentasi). Tiga menit berlalu, kawan saya muncul sambil berlari dengan sebuah tas yang terbuat dari kain digenggamannya. OMG, dia benar-benar mengambil barangnya, gokil.
Dari kejauhan, suasana di sana tiba-tiba tegang. Sekonyong-konyong orang-orang mulai berlari kecil melihat apa yang terjadi. Tapi kemudian, Pak Bob beserta Kang Lukman berhasil meredakan situasi itu. Akhirnya, kawan saya itu kembali ke tempat dagang tadi sambil mengembalikan barang yang “dipinjam” sebentarnya itu, seraya meminta maaf. Setelah ketegangan usai, misi pun dilanjutkan ke orang kedua.

Kami pun gambreng kembali, “gambreng!” rampak suara kami terdengar serempak. Setelah dilakukan tiga kali, akhirnya tibalah giliran saya untuk menjadi bulan-bulanan masa. Eng, ing eng.. saya mencoba menenangkan diri every thing is gonna be okey gumamku dalam hati. Dengan santai saya berjalan mencari mangsa. Saya bingung barang apa yang harus saya “pinjam”, handukkah? tas? Atau apa? Entahlah sangat bingung, yang saya pikirkan saat itu adalah mengambil barang yang mudah dibawa dalam kondisi jalan raya yang cukup lengang untuk melarikan diri.

Tak lama kemudian, beberapa meter dari pandangan saya, terlihat seorang pedagang baju yang nampak asyik merapikan dagangannya. Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung nyebrang dan menyabet sebuah baju anak kecil berwarna biru yang masih tergantung. Tanpa menoleh lagi ke belakang saya langsung berlari sekencang mungkin. Setelah melewati kang Lukman, akhirnya saya pun berhenti, tandanya misi berhasil dijalankan. Tak ingin dicatat malaikat kiri, saya pun langsung kembali dan mengembalikan baju yang sempat “dipinjam” itu ke pedagang tadi. Tampak Pak Bob yang sedari tadi mengawasi, tengah berbincang-bincang dengan pedagang itu Saya pun meminta maaf atas tindakan tadi. Saya lega, tak ada raut kemarahan dari pedagang itu. Degup jantung pun mulai berdetak normal. Begitulah seterusnya hingga berakhirlah sesi itu. Fuih, benar-benar nguji mental.

Selepas dzuhur, kami kembali ke kantor Prana Persada. Kami pun menceritakan pengalaman saat menyelesaikan tantangan tersebut. Ada yang lucu, ada yang kasihan, ada juga yang gokil dan tak habis pikir. Kok bisa yah, orang membeli keripik biasa dengan harga dua kali lipat? Atau ada yang berhasil membeli Pocari Sweat dengan harga dua ribu di Yomart. Benar-benar bikin geleng-geleng kepala. Tapi rata-rata, semua tantangan terselesaikan dengan cukup baik.

Sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa. I mean, pengalaman yang memang di luar kebiasaan dan aktifitas saya. Tak pernah terbesit untuk melakukan hal tersebut, idih, naudzubillah deh. Tapi akhirnya bisa juga, walaupun saya yakin, keberhasilan saya itu tidak ada sangkut pautnya dengan wajah saya yang yang kata Pak Bob mirip maling. >_< “

Kendati demikian, walaupun pengalaman ini sudah di-setting sedemikian rupa, tetap saja banyak sekali hikmah yang bisa dipetik dari pengalaman yang takkan terlupakan ini. Misalnya, sebuah tantangan, takkan bisa terselesaikan bila kita kalah dengan rasa takut yang belum terbukti. Untuk meminimalisir hal yang ditakutkan itu, tentunya kita harus membuat diri kita tenang dan se-positive thinking mungkin. Tinggal, seberapa kuat daya dobrak kita menghadapi ketakutan tersebut, menjadi cerminan seberapa besar hasil yang akan kita dapatkan. Sederhananya, apa yang kita tabur, itu yang akan kita tuai. []