GENDERANG perang Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2013-2018 resmi ditabuh.
Setelah pada 10 November kemarin, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar mengantongi
lima pasang nama calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) yang
akan bertarung memperebutkan satu kursi kepemimpinan Jabar selama empat bulan
ke depan.
Sebut saja cagub dan cawagub dari jalur partai politik, ada pasangan Rieke Diah
Pitaloka-Teten Masduki (Paten). Selanjutnya Dede Yusuf-Lex Laksamana, Ahmad
Heryawan (Aher)-Deddy Mizwar, terakhir ada Irianto MS Syafiuddin (Yance) dan
Tatang Farhan Nurkahim. Sementara satu-satunya pasangan dari jalur non-partai
adalah Dikdik Mulyana Arif Mansur-Cecep NS Toyib (Dikdik-Toyib).
Melihat
dari para kandidat yang lolos, wajah-wajah artis masih mewarnai riuh rendahnya
arus perpolitikan pemilihan. Sosok yang baru-baru ini hangat dan menjadi
sorotan insan media adalah sang sutradara cum aktor senior, Deddy Mizwar.
Sempat lama memberi jawaban di awal pinangan, tiba-tiba saja namanya muncul
sebagai pendamping Aher.
Hal
ini sangat menarik, tentunya publik masih ingat bagaimana di periode Pilgub
sebelumnya, Aher maju sebagai cagub dan menggandeng Dede Yusuf sebagai cawagub.
Kemenangan Pasangan “Hade” ini, tak lepas dari kuatnya pencitraan Dede Yusuf,
bukan hanya sebagai tokoh yang mewakili kaum muda melainkan juga sebagai
selebritas.
Kesuksesan
ini, sepertinya menjadi sebuah rumusan bagi kandidat berikutnya. Apabila ingin
menang dalam putaran pemilihan, menggaet artis adalah salah satu jalan logis
mendongrak suara dan popularitas. Sehingga amatlah wajar, dalam pemilihan
pemimpin, baik tingkat walikota/bupati, gubernur, maupun presiden, wajah artis
kerap meramaikan bursa pemilihan.
Tentunya
strategi tersebut sah-sah saja. Sepanjang masih sejalur dengan koridor aturan.
Namun yang menjadi pertanyaanya adalah ketika pasangan tersebut terpilih
menjabat. Apakah mereka masih bisa mempertahankan keharmonisannya dalam
memimpin? Sebagaimana yang ditunjukan mereka di masa kampanye. Bukan sebuah
pemandangan yang baru, bilamana akhirnya pasangan yang terpilih tersebut
‘cerai’ di pertengahan jabatan. Alih-alih memperbaiki hubungan, yang terjadi
adalah pencalonan diri di periode pemilu berikutnya. Seperti inikah kultur kebudayaan
perpolitikan Indonesia yang ingin dibangun?
Perceraian
di masa menjabat amat sangat mungkin terjadi. Semungkin seringnya fenomena
perceraian artis-artis di Indonesia. Karena keberadaan mereka, seringkali hanya
dimanfaatkan sesaat dalam momentum tertentu saja. Yaitu ketika pemilu. Setelah
terpilih, seolah-olah mereka berjalan sendiri-sendiri. Hal inilah yang membuat
mandegnya partai politik melahirkan kader yang benar-benar visioner dan
programatik. Karena bila pemilu datang, jarang rasanya partai politik
memberanikan diri memunculkan sosok yang dikader langsung oleh partainya. Baik
menjadi pemimpin ataupun pendamping. Entah ini sebuah strategi atau bentuk
laten dari kelemahan kaderisasi partai?
Tak
Butuh Sekadar Pencitraan
Hal
yang menjadi sorotan publik lainnya adalah kultur tebar pesona para calon dalam
meraih simpati masyarakat. Bukan sebuah rahasia, bila birokrat hanya
mengelus-ngelus kaki rakyat sekali dalam lima tahun. Ini yang repot. Akankah
masyarakat bisa sejahtera bila intrik yang digunakan seperti itu?
Ada-ada
saja kelakuan para kompetitor dalam meraih simpatik masyarakat. Seperti membuka
media center, turun ke jalan seolah-olah ikut merasakan penderitaan rakyat,
atau menggunakan simbol-simbol kedaerahan sebagai perwujudan cinta kebudayaan tradisional.
Akan tetapi setelah terpilih, mau bertemu dengan pemimpin saja, sulitnya
setengah mati. Kiranya inilah hal penting yang harus segera
dievaluasi. Adakah mereka berpikir ke arah itu?
Berbicara
kepemimpinan Jawa Barat, bukan sebatas ketika kampanye saja. Sebab permasalahan
yang dipertaruhkan adalah nyata dan terasa. Kesejahteraan tidak bisa dijual
oleh popularitas. Masyarakat butuh realisasi, bukan dagelan pencitraan.
(pnurullah)
*Bandung, 12 November 2012
1 komentar:
Bicara masalah calon yang masuk dan siap bersaing di bursa pemilihan sekarang. Sejujurnya sedikit agak kurang menyejukkan hati. Pasalnya meski memang sudah populer dan dikenal masyarakat di dunia hiburan, tapi untuk perkara politik dan bagaimana 'sikap' mereka di saat nanti berkecimpung di pemerintahan, ada beberapa orang yang masih belum diketahui kapabilitasnya.
Posting Komentar