Alkisah
di sebuah pedalaman, hidup seorang pemuda yang
pemurung. Seluruh hidupnya selalu dihiasi dengan penyesalan. Kenapa saya
melakukan itu tadi? Kenapa harus begini jadinya? Mengapa hal ini harus terjadi
pada saya? Begitulah kurang lebih pernyataan yang selalu terlontar dalam benak
pemuda tersebut. Entah sudah berapa hari ia habiskan waktunya dengan penuh
kemurungan seperti itu.
Suatu saat, ketika ia duduk melamun di depan
rumahnya. Muncullah seorang nenek dengan memanggul sebuah karung yang besar.
Herannya nenek itu tak terlihat letih ataupun pucat. Mukanya tampak
berseri-seri dan penuh senyum. Lalu nenek tersebut menghampiri pemuda itu
seraya bertanya, "Nak... kalau nenek
lewat jalan ini tembusnya kemana yah?" walaupun merasa heran, pemuda
itu pun tetap menjawab, "Oh nenek
mau kemana? Kalau lewat jalan ini nenek akan ke desa seberang. Euh, nek apa
yang nenek bawa itu?" sang pemuda penasaran dengan karung besar yang
wanita tua itu bawa.
"Oh, terima kasih nak. Nenek mau ke
suatu tempat yang bisa menaruh apa yang nenek bawa ini,"
jawab nenek itu penuh keramahan.
"Memang
apa yang nenek bawa itu?" tanya pemuda itu yang masih penasaran.
"Nenek
membawa kerikil yang nenek pungut di sepanjang perjalanan," jawab
nenek itu sambil tersenyum.
"Maksud nenek, karung yang dipanggul itu
berisi kerikil? Kan itu berat Nek? Kenapa nenek tidak merasa lelah membawa
kerikil sebanyak itu?" lanjut pemuda itu semakin penasaran.
"Karena nenek merasa yang dibawa ini
bukanlah sebuah kerikil yang memberatkan. Kerikil ini adalah bagian dari
perjalanan nenek menuju tempat dimana kerikil ini harus ditaruh, dan nenek
bahagia membawanya," papar nenek itu tenang.
Sontak saja perkataan sang nenek, membuat
pemuda itu terdiam sejenak. Pikirannya dilanda beragam perasaan. Bingung, aneh,
juga takjub atas kesabaran wanita tua tersebut. Lalu pemuda itu bertanya
kembali, "Ehm, kalau boleh saya
tahu, kemanakah nenek akan menaruh sekarung kerikil itu?”
Dengan senyum yang berseri, nenek itu menjawab
"Kenangan nak." Lalu nenek
itu berjalan lagi dan menghilang di rerimbunan hutan meninggalkan sang pemuda
untuk kembali berpikir atas kehidupannya. []
~~~
Syahdan, tak selamanya jalan kehidupan ini datar.
Seringkali ada kerikil-kerikil tajam yang akan membuat langkah kita semakin
terasa berat. Tak menutup kemungkinan, kerikil itu juga bisa membuat yang
menginjaknya terjatuh.
Lantas, apakah dengan kerikil itu kita akan
berlari mundur? Atau, kerikil itu akan menghentikan langkah kehidupan kita?
Maka siapkanlah sekantung semangat, untuk
membawa kerikil itu dalam setangkup optimisme. Lepaskanlah kerikil itu dalam
kenangan. Sebesar apapun kerikilnya, jangan pernah sesali atas apa yang telah
dilewati. Karena manusia tak akan mengetahui kemanakah hilir kehidupannya
berlabuh. Seperti kata petuah bijak, masa lalu tak akan pernah terulang.
Memperbaiki diri, adalah upaya logis menjadikan hidup ini lebih berarti. Jadi,
sudahkah kita melepaskan kerikil yang kita panggul sendiri? [pnurullah]
5 komentar:
like dis, brada..
suka quotes terakhirnya, :)
nice thread pin :D
memang kerikil2 tu harusnya dikumpulin biar bisa diolah lebih baik, apakah jadi jalan ataukah jadi rumah,, heu..
Bravo, tulisannya ngena dihati... :-).
top markotop...jadi penasaran baca tulisan yang lainnya....
andai saja bisa bergabung dengan para pemngolah kata ....pastinya senang bgt....
salam kenal
mang abu
www.jejakabu.blogspot.com
All : terimakasih telah berkunjung..
Posting Komentar